Asal Mula Dinamakan Guci
Mungkin kalau dari nama, kita
beranggapan, guci adalah sebuah pot yang indah dan membuat orang tertarik
melihatnya. Tapi ternyata Guci disini yang dibahas adalah nama sebuah objek
wisata di daerah Tegal dan
sangat terkenal. Objek wisata Guci ini adalah sebuah objek wisata air panas,
yang dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membuat awet muda.
Kepercayaan
ini berawal dari sebuah cerita adanya suatu Pedukuhan yang bernama Kaputihan
yang berarti putih belum tercemar atau masih suci.belum tercemar oleh agama dan
peradaban lain. Istilah Kaputihan pertama kali yang memperkenalkan adalah
Beliau yang di kenal dengan Kyai Ageng Klitik ( Kyai Klitik ) yang nama
sesungguhnya adalah Raden Mas Arya Wiryo cucu Raden Patah Bangsawan dari
Keraton Mataram Ngayogjokarto Hadiningrat asal dari Demak. Setelah beliau Kyai
Klitik menetap lama di lereng gunung Slamet ( kampung Kaputihan ) maka banyak
warga berdatangan dari tempat lain sehingga kampung kaputihan menjadi
ramai.Suatu ketika datanglah Syech Elang Sutajaya utusan Sunan Gunung Jati (
Syech Syarief Hidayatulloh) dari Pesantren Gunung Jati Cirebon untuk Syiar
Islam. Dan kebetulan di kampung kaputihan sedang terjadi pageblug ( wabah
penyakit merajalela, banyak terjadi bencana alam dan tanaman di serang hama dll
) Sehingga Beliau Elang Sutajaya memohon petunjuk kepada Allah Swt dengan
semedi kemudian Alloh Swt memberi petunjuk supaya masyarakat kampung Kaputihan
meningkatkan Iman dan Taqwanya kepada Alloh Swt dengan menggelar Tasyakuran,
memperbanyak sedekah dan yang terkena wabah penyakit agar meminum air dari
kendi (guci) yang sudah di do’a kan oleh Sunan Gunungjati .
Dalam kesempatan itu pula Sunan Gunungjati berkenan mendo’akan sumber air panas di kampung Kaputihan agar bisa di pergunakan untuk menyembuhkan segala penyakit.
Dalam kesempatan itu pula Sunan Gunungjati berkenan mendo’akan sumber air panas di kampung Kaputihan agar bisa di pergunakan untuk menyembuhkan segala penyakit.
Semenjak
itu karena Guci yang berisi air yang sudah di do’akan Sunan Gunungjati di
tinggal di kampong Kaputihan dan selalu di jadikan sarana pengobatan,maka sejak
saat itu masyarakat menyebut-nyebut Guci-Guci.Sehingga Kyai Klitik selaku
Kepala Dukuh Kaputihan merubahnya menjadi Desa Guci. Dan Beliau sebagai Lurah
pertamanya. Guci peninggalan Elang Sutajaya itu sekarang berada di Musium
Nasional setelah pada saat pemerintahan Adipati Brebes Raden Cakraningrat
membawanya ke museum.
Hingga
kini sudah menjadi tradisi masyarakat Guci dan sekitarnya bahkan dari luar
daerah setelah berziarah ke makam walisongo khususnya Sunan Gunungjati sebagai
penyempurna terakir dapat di pastikan mandi di air panas Guci untuk memperoleh
berkah kesehatan dan penyembuhan segala penyakit, Kini sumber air panas guci
tersebut telah di kembangkan menjadi “ Taman Wisata Hot Waterboom “ yang tetap
memanfatkan sumber air panas sebagai upaya terapi terhadap penyembuhan berbagai
penyakit juga sarana rekreasi dan permainan air bagi anak-anak dan keluarga
anda.
Mitos
Masyarakat
Menurut
mitos yang telah beredar selama ratusan tahun, air panas Guci adalah air yang
diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam
ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah
guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi
pemberian air itu dengan nama Guci.
Tetapi
karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah
seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan,
mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini. Nah, Sampai saat
ini, setiap malam Jumat Kliwon, banyak orang datang dan mandi di tempat
pemandian air panas ini untuk mendapat berkah. Bagi masyarakat sekitar obyek
wisata ini, Guci adalah air hangat yang mengalir deras dari ujungnya,
terus-menerus, tanpa henti. Kehangatan airnya dipercaya bisa menyembuhkan
penyakit.
Pemandian
pancuran 13 adalah lokasi yang paling banyak dikunjungi orang. Disebut begitu
karena memiliki pancuran berjumlah tigabelas buah. Pemandian ini bisa dinikmati
siapa saja alias tak bayar. Selain itu, berendam di pancuran tujuh merupakan
alternative lainnnya. Di pancuran ini, penduduk desa Guci juga sering mandi
entah untuk keperluan mencari berkat maupun untuk menyembuhkan penyakit seperti
rematik, koreng atau penyakit kulit lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar